Mahasiswa saat ini berada dalam dilema, media sosial dan tren memberikan banyak informasi tentang makanan instan dan cepat saji. Padahal, makanan cepat saji tinggi lemak dapat membahayakan kesehatan di masa tua, makanan dengan tinggi gula mengancam kaki di usia senja, dan makanan tinggi garam memaksa jantung bekerja mati-matian. Budget makan yang terbatas membuat pilihan makanan sehat terasa tidak mungkin. Harga beras, sayuran segar, serta daging tidak lebih murah dibanding mie instan atau gorengan.
Adanya tugas kuliah dan praktikum, ditambah minimnya alat masak di kos menurunkan minat untuk mengolah makanan sendiri. Masalah ini diperparah dengan lingkungan kampus yang didominasi oleh penjual makanan dengan kualitas gizi yang terbatas. Kampus sendiri pernahkah mendukung pola makan sehat mahasiswanya? Kenyataan ini menciptakan suatu perasaan dilema, ingin sehat tapi dompet dan waktu tidak mendukung. Tapi benarkah pola makan sehat bagi mahasiswa hanya angan-angan kosong?
Sebagai mahasiswa kita harus belajar untuk solutif. Meski budget kecil pola makan sehat bukanlah hal yang mustahil. Kebiasaan ini bisa dimulai dengan membeli bahan pangan murah dengan kandungan gizi tinggi, seperti telur atau sayuran. Mengurangi penggunaan minyak dan garam juga dapat menghemat waktu dan biaya.
Kampus dapat menyediakan menu makanan sehat atau mengadakan kampanye pola makan sehat. Kuncinya ada di perencanaan serta kesadaran bahwa kesehatan adalah investasi paling berharga. Dukungan dari kampus, seperti kantin makanan sehat yang ramah anggaran, dapat mewujudkan pola makan sehat mahasiswa yang lebih baik. Pola makan sehat bukan sekadar mimpi, melainkan langkah besar menuju sukses yang nyata. Mari kita mulai kebiasaan baik ini dengan satu piring makanan sehat demi kesehatan jangka panjang.
Penulis : Ahmad Sabiq F
Editor : Inggar