Mahasiswa D3 Teknik Mesin Universitas Tidar angkatan 2017, Sholeh Azhar terancam drop out. Meskipun telah menyelesaikan tugas akhirnya, kampus tidak dapat meluluskannya akibat ia belum memenuhi total satuan kredit semester yang disyaratkan. Masalah akademik yang dialami Sholeh itu termasuk salah satu tuntutan audiensi terbuka Mahasiswa Fakultas Teknik dengan tajuk “#Rapor Merah Fakultas Teknik” pada Senin, (6/06) di Bantala Budaya UNTIDAR.

Sayangnya, audiensi yang diselenggarakan oleh BEM Fakultas Teknik (FT) UNTIDAR tersebut tidak dihadiri oleh Dekan Fakultas Teknik. Audiensi hanya dihadiri Wakil Dekan 1, Kepala Jurusan Teknik Mesin, Sekretaris Jurusan Teknik Mesin, Kepala Jurusan Teknik Elektro, dan Kepala Jurusan Teknik Sipil. Aspirasi mahasiswa disampaikan ke Dekan Fakultas Teknik. Sehingga, pihak BEM FT masih menunggu hasil musyawarah birokrasi mengenai kelanjutan masalah-masalah di Fakultas Teknik.

Sebelumnya, permasalahan Sholeh Azhar menarik simpati mahasiswa lainnya melalui petisi yang disebarkan sejak Jumat, (3/06). Petisi berjudul “Korban Kelalaian Birokrasi Kampus Mencari Keadilan” itu dibuat guna menuntut pertanggungjawaban birokrat Fakultas Teknik. Hingga kini petisi itu telah ditandatangani lebih dari 3.000 orang.

Pembuat petisi, Denny Irawan selaku eks ketua DPM Fakultas Teknik tahun 2021 mengungkapkan, sejak awal Sholeh mengetahui jika masih ada tiga mata kuliah yang belum terselesaikan. Tiga mata kuliah tersebut meliputi Teknik Tenaga Listrik, Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), dan Proses Pemilihan Bahan. Meskipun Satuan Kredit Semester (SKS) untuk pengajuan tugas akhirnya belum terpenuhi, dosen pembimbing Sholeh justru menginstruksikan Sholeh untuk tetap melanjutkan tugas akhir, sedangkan mata kuliah terkait dikesampingkan terlebih dahulu.

Setelah Sholeh menyelesaikan tugas akhirnya, mata kuliah yang sebelumnya dikesampingkan itu menjadi masalah. Terlebih saat ini Sholeh telah menempuh sepuluh semester perkuliahan. Pengajuan perpanjangan semester pun tidak disetujui oleh pihak kampus karena tidak ada landasan terkait permasalahan itu.

“Ini juga kesalahan Mas Sholeh, dia tidak menyelesaikan mata kuliah tersebut yang mana seharusnya perkuliahan dapat ditempuhnya dalam tiga tahun. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa dari pihak birokrasi akademik kampus tetap meloloskan pengajuan tugas akhir padahal SKS yang diambil Mas Sholeh belum mencukupi?” tutur Denny.

Berdasarkan keterangan Fatih Naf’an, Ketua BEM FT 2022, dosen PA Sholeh merespons masalahnya dengan permintaan maaf. Pihak birokrasi menyarankan Sholeh untuk pindah kampus ke perguruan tinggi swasta dibandingkan drop out yang justru akan memengaruhi akreditasi prodi. Pemindahan tersebut dilakukan pada jenjang yang sama (D3) dengan menyertakan transkrip nilai.

“Jadi transkrip nilai yang kurang itu nanti ditagihkan ke perguruan tinggi swasta. Perkuliahan di sana pun dari semester 4 dan nggak bisa langsung ke tugas akhir,” tutur mahasiswa S1 Teknik Mesin itu.

“Harapan kami, pada surat keterangan pindah itu nanti diberikan keterangan yang sejelas-jelasnya bahwasannya ini kesalahan bukan kemurnian dari mahasiswa tapi ada kesalahan dari birokrasi yang mengakibatkan tidak bisa lulus,” imbuhnya.

Menurutnya, agar tidak terjadi permasalahan seperti yang dialami Sholeh lagi, birokrasi FT perlu membuat surat perjanjian dengan mahasiswanya, bahwa birokrasi tidak akan mengulangi kesalahan lagi. Apabila mengulanginya, akan ada konsekuensi yang lebih berat dari permasalahan yang pertama ini. Selanjutnya, pembuatan dan pelaksanaan kebijakan harus sesuai dengan Standard Operational Procedure (SOP) yang ditentukan.

Hingga saat ini, reporter LPM MATA masih mencari informasi lebih lanjut mengenai permasalahan tersebut.

 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama