Pengisian Kartu Rencana Studi (KRS) di Universitas Tidar menjadi momen hectic bagi mahasiswa setiap semesternya. Laman yang sering eror dan loading yang terlalu lama telah menjadi masalah menahun yang tidak diketahui kapan usainya. Di semester genap tahun akademik 2021/2022, permasalahan itu kian menjadi-jadi. Pasalnya, pengisian KRS di SIPADU diubah menjadi sistem baru di mana mahasiswa harus memenuhi rombel (rombongan belajar) awal sebelum memilih rombel selanjutnya.

Alih-alih pembaharuan, sistem ini justru menyulitkan dan membuat tidak nyaman mahasiswa. Menurut salah seorang mahasiswa Agroteknologi 2019, TM, sistem KRS ini lebih sulit karena terdapat kendala seperti jadwal yang bertabrakan sehingga membuat pengisian KRS menjadi lama.

AH, mahasiswi Ilmu Komunikasi 2019, juga merasa pengisian KRS semester ini kurang diterapkan secara maksimal. Ia menjelaskan berbagai kendala yang dialaminya saat mengisi KRS. “Laman sulit diakses, kendala lain yang saya alami adalah tidak adanya penanda apakah kelas sudah penuh atau belum, akibatnya proses KRS jadi sedikit terhambat karena menunggu kelas pertama penuh dahulu,” tandasnya.  

Tak hanya itu, AH menyebutkan jika KRS semester sebelumnya tidak lebih rumit dari KRS semester ini. Meskipun seringkali kesulitan dalam mengakses laman SIPADU, tetapi KRS semester lalu bisa langsung terselesaikan saat itu juga.

“Mungkin bisa diperbaiki lagi, baik dari segi sistemnya maupun penjadwalan yang bisa diumumkan jauh-jauh hari,” harap mahasiswi semester enam tersebut.

Polemik pengisian KRS semester ini nyatanya juga dirasakan oleh para dosen, khususnya koorprodi (koordinator program studi) saat mengoordinasi para mahasiswa saat pengisian KRS. Koorprodi Ilmu Komunikasi, Jaduk Gilang Pembayun, mengatakan apabila sistem baru yang diterapkan dalam KRS semester genap tahun ini memicu pro dan kontra. “Untuk pro-nya, kuota kelas menjadi adil, tidak ada lagi dosen yang dalam tanda kutip dikucilkan mahasiswanya. Sedangkan kontra dari sistem baru ini adalah KRS tidak kunjung selesai, karena banyak mahasiswa yang saling tunggu, salah kelas, salah jam dan beberapa masalah lainnya, sehingga saya sendiri tidak yakin jika KRS akan selesai tepat tanggal 4,” jelasnya.

Ia juga menuturkan, sempat ada sosialisasi dari Bagian Akademik pada bulan Januari 2022 dengan mengundang koorprodi untuk menghadiri rapat penetapan sistem baru ini di Gedung Teknik 3, Universitas Tidar. Dalam rapat tersebut, dipaparkan sistem baru yang tertata rapi serta digadang-gadang dapat mengatasi masalah pengisian KRS.

Hal tersebut sejalan dengan alasan Bagian Akademik melakukan perubahan sistem yang merupakan bentuk usaha untuk membagi adil semua mahasiswa ke dalam rombel yang ada. Namun pada akhirnya mahasiswa memiliki pilihan yang terbatas dan justru saling menunggu untuk mendapatkan dosen dan jam yang mereka inginkan.

Menurutnya, akan lebih baik sistem KRS semester ganjil tahun akademik 2022/2023 dikembalikan seperti sistem yang sebelumnya. Ia melihat dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya di mana mahasiswa sudah nyaman dengan sistem KRS rebutan, begadang untuk mendapatkan jam mata kuliah yang fleksibel, dan dosen yang diinginkan. 

Di samping itu, akan ada konsekuensi yakni universitas harus menambah server atau perlengkapan lainnya, serta akan menimbulkan banyak antrean jika kebijakan sistem pengisian KRS seperti ini masih dilanjut.

“Terkait sistem, tolong dengarkan para penggunanya. Jangan asal membuat kebijakan di mana kebijakan tersebut tanpa ada diskusi dengan koorprodi karena terkait sistem ini ketika masih tetap seperti ini itu akan terasa melelahkan setiap semesternya,” pungkasnya.

Sementara itu, sebagai pelaksana teknis sistem baru pengisian KRS di SIPADU, Unit Pelaksana Teknis (UPT) TIK Universitas Tidar, tidak tahu-menahu tentang alasan di balik kebijakan yang ditetapkan oleh Bagian Akademik tersebut. “Kami hanya melaksanakan tugas sesuai dengan arahan dari Bagian Akademik,” ujar Agus Trihasto, Kepala UPT TIK Untidar.

Kendati demikian, Agus menilai keefektifan sistem pengisian KRS tersebut dapat dilihat dari tujuan yang diinginkan. “Karena kali pertama, biasanya pengguna seperti prodi, dosen dan mahasiswa perlu penyesuaian. Perlu disepakati kesamaan keluhan dari mahasiswa, karena jika keluhannya berbeda maka penanganannya juga berbeda. Sistem sangat dimungkinkan terjadi perubahan, sesuai dengan perkembangan,” tandasnya.

Selain itu, UPT TIK juga membuat jadwal antrean sesuai angkatan guna meminimalisasi sistem eror karena diakses oleh ribuan mahasiswa dalam waktu bersamaan. Sayangnya, penjadwalan tersebut disampaikan secara mendadak saat sistem sudah mulai bermasalah. (AI/LK/ZI)

 


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama