Memasuki
tahun ajaran baru, seluruh universitas yang ada di Indonesia melaksanakan
kegiatan masa orientasi atau ospek sesuai dengan surat edaran Kemenristek Dikti
tentang pengenalan kehidupan kampus bagi mahasiswa baru (PKKMB). PKKMB bertujuan
untuk memperkenalkan dan mempersiapkan mahasiswa baru dalam proses transisi
menjadi mahasiswa. Di Universitas Tidar masa orientasi ini disebut dengan
Otadama (Orientasi Tidar Muda).
Selama
mengikuti Otadama, setiap mahasiswa baru (maba) harus membawa perlengkapan prasyarat
yang diberikan panitia Otadama. Pada
Otadama kali ini panitia
menyediakan beberapa perlengkapan tersebut seperti co-card lengkap dengan lanyard
(tali co-card), air mineral
berlogo khusus dan beberapa perlengkapan lain.
Panitia Otadama bekerjasama dengan
beberapa partner yang menyediakan perlengkapan
prasyarat tersebut dengan penawaran harga yang beragam. Pihak yang dipercaya salah satunya yaitu UKM
Koperasi Mahasiswa (Kopma) dan beberapa BEM fakultas.
Wahyu
Nurrohmansyah sebagai ketua panitia Otadama
2018 membuka suara terkait
penyediaan perlengkapan tersebut. “Tujuan
kami tidak ingin membebankan maba. Meminimalisir kesalahan juga, karena sudah
pasti semua maba sama,”
tandas Wahyu. Terkait dengan pemilihan partner
untuk sponshorship
pun telah diperhitungkan dari pihak panitia. “Kami sudah sepakat untuk
menggunakan sponshorship, kami tidak
bermaksud pilih-pilih UKM, tetapi memang atas inisiasi dari UKM Kopma dan panitia tidak ada
intervensi dari manapun. Terkait salah satu pihak yang dirugikan kami sudah
klarifikasi”, tutur Wahyu.
Menurut
Muhammad Agus Muwafiqi selaku
ketua KOPMA UNTIDAR memberikan
beberapa penjelasan terkait penyediaan peralatan prasyarat,
“Berawal dari kami yang menawarkan beberapa kebutuhan untuk Otadama kepada
korlap Otadama UNTIDAR 2018. Kami mencoba memenuhi apa yang diajukan korlap Otadama, diantaranya ada co-card beserta talinya, kertas asturo,
dan kaos kaki hitam. Untuk selanjutnya tidak hanya berupa kerja sama hitam di
atas putih, tetapi kami juga mengajukan diri untuk menjadi sponsorsip Otadama kali ini. Konsekuensinya adalah kami dari pihak sponshorship berani mewajibkan anggota Otadama
membeli barang-barang dari kami. Jadi nanti sistemnya bagi hasil antara
keuntungan kami nanti dibagi dengan pihak panitia Otadama.”
Menurut
keterangan Fiqi, mereka
menyediakan mulai dari
kertas buffalo yang kosong, mencetak co-card lengkap dengan fotonya, kemudian
dilaminating. Satu paket co-card tersebut
dibandrol dengan harga Rp.5000,00 tanpa talinya, sedangkan yang beserta talinya
dibandrol dengan harga Rp.10.000,00.
Berbeda dengan UKM KOPMA, BEM
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
juga menyediakan dua botol
air mineral dengan logo Universitas Tidar yang dibandrol dengan harga Rp.15.000.
Mereka
menyediakan pelengkapan prasarat tersebut untuk kebutuhan Otadama Fakultas. Tidak
jauh berbeda dengan BEM FISIP,
Himpunan Mahasiswa Ekonomi
Pembanguan pun turut melakukan hal yang sama. Demi tujuan memudahkan maba, mereka menyediakan peralatan prasyarat
berupa pin, gantungan kunci dan slayer
yang juga digunakan pada saat Otadama Fakultas.
Disamping
itu, beberapa pihak juga mengklaim bahwa penyediaan perlengkapan tersebut
terkesan memanjakan maba.
“Itukan istilahnya panitia menyediakan tinggal bayar aja jadi teman-teman saya
kira dibikin manja, padahal di dunia kampus itu keras nggak seenak di
SMA. Kalau di awal kita memanjakan mabanya, kasihan nanti kedepannya”, papar
Ready sebagai ketua Otadama tahun 2016 yang turut
berkomentar.
Senada dengan Ready, Galih Sigit Setiadi Pimpinan Komisi III DPM KM menyampaikan
bahwa hal tersebut akan membentuk karakter maba yang manja. “Kita sedikit
kesampingkan keuntungan material ya, kalau menurut saya penyediaan tersebut
akan membentuk karakter manja pada mahasiswa. Pengalaman saya saat Otadama dulu, kami berusaha mandiri,
berfikir kreatif untuk membuat segala macam perlengkapan yang ditentukan. Nah,
kalau sekarang mereka hanya membuat co-card
saja itupun perlengkapanya sudah disediakan.
Mereka terlalu dimanjakan.”
Septian Yoga Prabowo sebagai Staf Komisi I DPM KM 2018 pun
ikut berpendapat. “Membentuk pola pikir instan, mereka
tidak berproses untuk mendapatkan perlengkapan-perlengkapan tersebut. Pola pikir manja yang
telanjur terbentuk akan berdampak di
kemudian
hari. Khawatirnya hal ini akan
berdampak pada mereka ketika ikut organisasi. Mereka telah terbiasa manja,
alhasil di organisasi menjadi tidak totalitas cenderung untuk sekadar
eksistensi semata”, jelas Galih.
Lain
halnya dengan Wahyu Ketua Otadama
2018, “Kalau
soal memanjakan maba saya tetap tidak setuju karena sebagai panitia kami juga
sudah mengetahui mana saja peralatan yang harus dipersiapkan maba, sehari
sebelumnya kami juga memikirkan apa saja sekiranya yang perlu di peringan
seperti itu. karena kami juga mempertimbangkan mahasiswa bidikmisi, kami sama
sekali tidak ingin memberatkan maba. Jadi sistemnya mereka membeli dari Kopma,
tetapi pembagian dari masing-masing penakel agar lebih efektif,” Pungkas Wahyu.