Siapa
yang tidak ingin berinovasi? Ya, banyak orang ingin berinovasi untuk
mengembangkan kemampuan diri, menguji kreativitas, melakukan perubahan, dan
lain-lain. Tetapi, perlu paham dahulu apa arti inovasi itu sendiri. Inovasi
berarti penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang dikenal
sebelumnya. Jadi, dalam arti lain mengembangkan apa yang telah ada atau
dikenal. Namun, ada hal yang perlu kita ketahui sebelum melakukan inovasi.
Apakah hal yang akan kita inovasikan adalah milik perseorangan, kelompok, atau
hal umum yang terjadi sehingga wajar untuk ‘diutak-atik’? Hal itu tidak bisa dijauhkan
dari masalah perizinan jika kenyataannya sesuatu yang akan kita inovasikan
ternyata milik perseorangan atau kelompok. Perlunya mengurus perizinan
dilakukan agar kita tidak dianggap mencuri atau merusak. Berbeda jika hal itu
merupakan hal umum yang terjadi sehingga wajar untuk ‘diutak-atik’. Siapa pun
memiliki hak untuk memperlakukan selagi itu masih bisa diterima dengan akal
sehat.
Otadama
di Universitas Tidar tahun 2018 ini mendapat banyak sorotan dari berbagai
pihak. Tentu fenomena ini tidak jauh terjadi karena inovasi yang sedang
dilakukan pihak penyelenggara. Tidak ada asap jika tidak ada api. Begitulah
kiranya peribahasa yang bisa menggambarkan banyaknya sorotan yang ditujukan untuk
penyelenggara Otadama 2018 yaitu BEM KM (Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga
Mahasiswa) 2018 Untidar. Inovasi yang sedang mereka lakukan berhasil mencuri
perhatian khalayak kampus. Salah satunya adalah perubahan logo Otadama. Perubahan
logo oleh pihak penyelenggara diberitakan tidak melalui perizinan dari para
pemrakarsa Otadama yaitu BEM KM 2016 Untidar.
Konsolidasi
dilakukan oleh beberapa anggota BEM KM 2016 Untidar sekaligus pemrakarsa
Otadama bersama beberapa anggota BEM KM 2018 Untidar hingga menemukan titik
tengah.
“Hasil
konsolidasinya logo itu dikembalikan seperti semula. Jalan tengahnya, logo baru
yang sudah terpublikasi dijadikan sub logo,” ungkap Raedy Hendarto, salah satu
pemrakarsa Otadama.
Raedy
bersama Ficky Jihan Ababa sebagai pembuat logo, mengungkapkan konsolidasi ini
sebagai ‘sentilan’ untuk pihak BEM KM 2018 Untidar.
“Sebenarnya
hanya sentilan. Dulu BEM KM 2017 banyak kita kritisi juga tapi kebanyakan untuk
hal yang tidak riskan. Tapi ini logo dan lebih riskan”, ucap Raedy.
“Soalnya
sangat sensitif ya. Bayangkan jika Indonesia diganti warna benderanya menjadi
ungu putih, pasti yang dirasakan beda,” tambah Ficky.
Namun,
sebelum adanya konsolidasi tersebut, beberapa dari pemrakarsa Otadama telah
mengkritik pihak BEM KM 2018 Untidar, mengingat proses panjang untuk bisa
mengubah Masimaru ke Otadama tidak mudah.
“Perubahan
Masimaru ke Otadama itu prosesnya panjang. Kita konsolidasi dengan KM. Otadama
itu nama pemberian Oke Amar Saputra yang menjadi seksi kala itu dan Ficky yang
buat logo. Setelah disepakati KM, kami ke rektorat untuk presentasi Masimaru
yang diubah ke Otadama, arti nama Otadama, dan arti logo. Ada perdebatan-perdebatan
dengan WR III dan para jajarannya. Alhamdulillah dari pihak rektorat juga
menyetujui. Jadi saat konsolidasi kemarin, memang ada pertentangan dari kami kenapa
bisa berubah?” jelas Raedy.
Proses
panjang untuk mengubah Masimaru (Masa Orientasi Mahasiswa Baru) menjadi Otadama
(Orientasi Tidar Muda) yang telah dilakukan oleh para pemrakarsa ternyata
membuahkan satu hal yang sangat disayangkan yaitu perubahan logo tanpa adanya
pemberitahuan secara lisan maupun tertulis.
Ficky Jihan Ababa
sebagai pembuat logo Otadama menyayangkan hal tersebut.
“Sedih
tiba-tiba diganti. Apalagi saat ingat perjuangannya mengajukan logo itu sulit.
Kok seenaknya tiba-tiba diganti. Jadi bukan saya saja yang sedih, tapi dari juga
anggota BEM KM 2016.”
Ficky
juga menambahkan bahwa tidak adanya pembicaraan mengenai perubahan logo
menimbulkan masalah.
“Saat itu jadi timbul banyak masalah. Kenapa
bisa seperti ini? Apa sudah memberitahu ke BEM KM 2016? Saya kira Otadama juga
dibawahi oleh Abrar Trio Putra Nasution dan Sapta. Sebagai teman dekat, saya
kira mereka sudah izin BEM KM 2016 terutama Krisnaldo Triguswinri sebagai
mantan ketua. Istilahnya kalau mau mengganti tidak apa-apa, tapi ada omongannya
lebih dulu,” tutur Ficky.
Wahyu
Nurohmansah, ketua Otadama 2018 juga menyiratkan adanya masalah terkait perubahan
logo.
“Kemarin saya dapat instruksi langsung dari Mas Abrar
untuk segera melaksanakan sayembara kaos dan logo Otadama. BEM KM 2018 sendiri ternyata
belum tahu bahwa logo Otadama sudah di AD/ART-kan, tapi kita sudah terlanjur membuat.
Setelah pertemuan akhirnya diambil kesepakatan untuk menjadikan logo baru menjadi
sub logo,” tutur Wahyu.
Feby Rudianto, Ketua Umum Dewan Perwakilan
Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (DPM KM) 2018 Untidar dan Galih Sigit Setiadi,
Pimpinan Komisi III (Aspirasi dan PSDM) DPM KM 2018 Untidar dan pun ikut
menyayangkan tidak adanya perizinan terkait perubahan logo.
“Yang
menjadikan ini masalah karena tidak adanya komunikasi tersebut. Tidak ada rasa
menghargainya,” singkat Feby.
Galih
menambahkan, “Walaupun itu belum masuk ke peraturan KM, seharusnya mereka
komunikasi terlebih dahulu dengan pihak terkait yang membuat sebelumnya.
Kemarin juga sempat ada pertemuan antara BEM KM 2016 sebagai pencetus dan BEM
KM 2018 dan kebanyakan dari BEM KM 2016 juga merasa kecewa.”
Pendapat
lain diungkapkan Abrar Trio Putra Nasution, Ketua BEM KM 2018 Untidar sekaligus
pihak penyelenggara Otadama 2018. Perubahan logo termasuk salah satu wewenang penyelenggara
acara ketika menyelenggarakan suatu acara, terlepas dari perizinan dengan para
pemrakarsa Otadama.
“Yang
namanya kegiatan seharusnya milik orang yang punya kegiatan. Jadi saya sudah
mempercayakan semuanya kepada mereka, tapi semuanya harus dikomunikasikan
dengan saya. Terkait perubahan logo, mungkin bisa dikatakan tidak sopan. Tapi,
jika dikaitkan dengan profesional dan arah gerak, ini adalah hak kami untuk
mengubah atau tidak”, jelas Abrar.
Banyak
sudut pandang dari berbagai pihak ketika menanggapi tidak adanya perizinan
terkait perubahan logo. Hal ini sekaligus untuk menarik benang merah dengan
pembahasan awal mengenai inovasi. Banyak inovasi yang ingin dilakukan oleh tiap
orang, kelompok, organisasi, dan sebagainya. Tidak disalahkan jika inovasi yang
kita lakukan sesuai dengan peraturan. Jika inovasi yang kita lakukan
mengharuskan membuat perizinan, hendaknya kita memenuhi syarat tersebut. Jika
inovasi yang kita lakukan mengharuskan bermusyawarah hendaknya kita
bermusyawarah, karena sejatinya hidup perlu tahu aturan main.