Sumber protein hewani tentunya memiliki peran yang sangat penting untuk keberlangsungan metabolisme tubuh manusia. Adanya asupan protein yang masuk di dalam tubuh membuat tubuh menjadi sehat dan kuat. Lalu bagaimana jadinya jika makanan yang kita makan bisa berdampak pada penyebaran penyakit dari hewan ke manusia atau yang bisa disebut dengan zoonosis?
Masyarakat tentu harus cermat dalam
memilih dan mengolah makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. Adapun
sumber protein hewani yang sering dikonsumsi masyarakat yaitu daging, telur,
dan susu. Ketiga produk tersebut memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dimana
jika kita bisa memanfaatkan dengan bijak maka tubuh kita tidak akan kekurangan
nutrisi. Namun,
ketiga produk tersebut
juga bisa menjadi momok mengerikan jika kita sebagai konsumen tidak waspada
pada hal-hal berbahaya yang bisa kita alami tanpa terduga-duga.
Bukan hanya produk makanan namun juga
lingkungan disekitar kita bisa menjadi faktor terjadinya zoonosis. Adanya
sejumlah kasus zoonosis seperti BSE, flu burung, dan bahkan SARS telah
dipahami oleh berbagai kalangan sebagai penyakit yang berpotensi menimbulkan
dampak buruk bagi kesehatan manusia dan ekonomi nasional maupun dunia. Oleh
karena itu agar terhindar dari hal-hal tersebut maka kita harus bekerja sama dalam menangani zoonosis,
salah satunya yaitu adanya harmonisasi hubungan antara Manusia-Hewan-Lingkungan
(animal human ecosystems interface). Hal ini karena ketiga variabel
tersebut saling berkaitan dimana jika salah satu dari ketiganya rusak maka yang
lain juga bisa terkena dampaknya. Misalnya jika hewan terekena virus dan mati
maka sudah pasti virus yang menyerang hewan tersebut akan terus hidup dan dapat
mencemari manusia dan lingkungannya.
Dr. F-X.Meslin, Senior Advisor Zoonoses
pada kantor pusat WHO di acara Konferensi Ilmiah Veteriner Nasional PDHI, pada
Agustus 2008 bertempat di IPB International Convention Center (IICC) menyatakan
bahwa ada tiga tantangan yang harus dipahami dalam menghadapi zoonosis,
yaitu: 1) karakter alami penyakit (the
nature of disease), 2) menilai (to
assess) resiko-resiko terhadap manusia,
dan 3) munculnya strain pandemi asal hewan (animal origin). Profesi medis veteriner
sebagai ujung tombak pertahanan (first
line defense) bersama para ahli kedokteran dan kesehatan masyarakat
diperlukan untuk menghadapi ancaman zoonosis (emerging dan re-emerging zoonoses) di masa depan.
Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE)
yang berkantor di Paris,
Perancis merekomendasikan kepada negara-negara anggota, termasuk Indonesia,
bahwa untuk mengefektifkan pengendalian penyakit hewan diperlukan adanya
kelembagaan otoritas veteriner yang dipimpin oleh National Chief Veterinary Officer. Undang Undang Nomor 18 Tahun
2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, rekomendasi OIE tersebut
dituangkan dalam Pasal 68 yang menekankan pentingnya peningkatan peran dan
fungsi kelembagaan penyelenggaraan kesehatan hewan yang diperkuat dengan
penetapan dokter hewan berwenang.
Siti Roqidah (MG1406)
Siti Parwati (MG1449)