Ilusttrasi: https://images.app.goo.gl/srZLzeaVzgHAscBy9


“Rasanya pengin ikut SBMPTN lagi.”

“Iya, nih. Mana kampus kita ini terkenal sebagai kampus kentang. Akreditasi juga masih B.”

“Kalo nanti lulus, pasti yang cepet keterima kerja ya lulusan kampus yang lebih unggul.”

Agak sedih rasanya ketika aku kembali mendengar ucapan-ucapan seperti itu. ‘Padahal aku dateng ke sini niatnya mau cek gimana kabar anak-anak kampus. Kupikir setelah 3 tahun berlalu, akan ada perubahan positif. Tapi sepertinya masih belum banyak yang berubah.”, batinku setelah mencuri dengar obrolan anak-anak yang notabene sebagai adik tingkatku.

Yap! Aku adalah alumni dari kampus yang katanya kentang ini. Kedatanganku ke sini selain mengecek kabar anak-anak kampus, juga karena diminta untuk menjadi pembicara pada acara temu alumni. Acara dimulai pukul 16:00, masih ada sisa waktu 3 jam lagi. Aku sengaja datang lebih awal untuk menyempatkan diri berkeliling kampus sebelum acara berlangsung.

“Loh! Ini Mbak Yuki, kan?”

“Kamu kenal Saya?”, tanyaku balik pada seorang perempuan yang nampaknya mahasiswi kampus ini.

“Iya! Ini Mbak Yuki yang juga salah satu pendirinya LPM kan?”

Aku tersenyum lembut. “Iya. Nggak kusangka lho masih ada yang kenal sama aku.”

“Aku fans beratnya Mbak Yuki. Pokoknya Mbak Yuki tu idolaku di LPM.”, ujarnya antusias. Aku tertawa kecil sebelum kembali berbincang.

Memang benar aku adalah salah satu pendirinya Lembaga Pers Mahasiswa di kampus yang katanya kentang ini. Meski begitu aku hanya menjadi anggota, bukan ketua divisi atau yang lain. Jadi, aku agak tersentuh saat tau ada yang mengenaliku.

“Menurutku, Mbak Yuki itu keren. Soalnya ada banyak produk online-nya Mbak Yuki yang layak terbit. Sejak jadi anggota magang sampai sekarang, aku juga buat banyak produk. Tapi cuma beberapa aja yang terbit.”, tutur Karin yang kini sedang berurusan dengan skripsi.

“Itu layak terbit juga berkat kerjasama dari anak-anak yang lain. Kalau Cuma kukerjain sendiri, kayaknya belum tentu terbit.”

“Iya, sih... Tapi kan-“

“Eh, katanya kamu ada bimbingan skripsi kan tadi.”, ujarku untuk mengganti topik pembicaraan.

“Oh, iya! Ya ampun, kelupaan! Maaf ya Mbak, nggak bisa ngobrol lama deh. Aku duluan, ya!”

“Iya. Semangat, ya!” Aku agak merasa lega setelah Karin pergi. Entahlah, aku hanya kurang nyaman jika ada orang yang membanding-bandingkan kemampuannya denganku. ‘Padahal produk online-nya yang terbit juga cukup bagus. Hanya perlu dipoles sedikit lagi. Kalo dia mau mengasah kemampuannya, pasti produknya juga banyak yang terbit.’

Saat kulangkahkan kakiku kembali mengelilingi kampus, kulihat ada kerumunan di depan. Karena penasaran, kubawa diriku untuk mencari tahu apa yang terjadi. Dari yang dapat kuamati, ada dua mahasiswi nampak sedang memarahi salah satu mahasiswi yang tertunduk. ‘Apa ada kasus bullying?’

“Udah deh, ngaku aja! Kamu pasti ada main sama pimred, kan?!”

“Ng-nggak, kok.”

“Nggak usah ngelak! Kalo kamu nggak ada main sama pimred, nggak mungkin produkmu bisa terbit terus!”

“A-aku beneran ng-nggak lakuin hal ma-macam itu.”

‘Tunggu. Apa mereka ribut-ribut begini cuma gara-gara produk yang satu sering terbit sedangkan yang satunya iri gitu?’ Kulihat orang-orang yang ada di sekitar mereka pun hanya menonton tanpa ada tanda-tanda melerai. Kuakui, kampus ini memang tidak se-elit kampus ternama. Tapi bukan berarti keributan seperti ini boleh didiamkan dan hanya menonton saja.

“Maaf, kenapa ribut-ribut begini ya?”, tanyaku pada ketiga mahasiswi yang berseteru itu. “Nggak enak lho sampe ditontonin kayak gini. Kalo boleh tau, kenapa kalian ribut? Kalo ada masalah, kan bisa dibicarakan baik-baik…”

“Perempuan ini, perempuan nggak baik. Dia ada main sama mas pimred.”, jelas salah satu mahasiswi.

“A-aku nggak pernah kayak gitu.”

“Udah, deh! Nggak usah bohong! Kamu kan lulusan kejar paket!”

DEG!

“Maaf… Apa hubungannya dengan lulusan kejar paket, ya?”, tanyaku mencoba menahan diri.

“Ya ampun… Masa Mbak nggak tau, sih? Anak-anak dari kejar paket, mereka kan pasti anak-anak yang bermasalah. Perempuan ini juga pasti bermasalah, ada main sama pimred. Makanya produknya sering terbit.”, jelas mahasiswi yang berambut ikal.

“Kamu jelasin panjang lebar kayak gitu, mbak-nya juga belum tentu tau. Kan bukan orang LPM.”

“Saya ngerti, kok. Saya ngerti yang kalian ributkan. Jadi kalian berdua menganggap dia yang lulusan kejar paket, ada main dengan mas pimred makanya banyak produknya yang terbit. Bukan begitu?”

“Iya, kayak gitu. Mbak-nya juga pasti setuju kan?”

Aku tersenyum kecil saat mendengar pertanyaan itu. “Maaf ya, Saya kurang setuju.”

“Kenapa?”

“Saya juga lulusan dari kejar paket. Dan asal kalian tau, mereka yang ikut kejar paket, tidak semuanya ‘bermasalah’. Memang ada anak-anak yang ‘bermasalah’, tapi tidak semuanya. Sebab mayoritas yang ikut kejar paket atau sekolah kesetaraan adalah anak-anak dari keluarga kurang mampu dan para bapak-ibu yang membutuhkan ijazah untuk bekerja.”

“Alah… Mbak-nya nggak setuju sama kita, soalnya dari kejar paket juga kan? Makanya Mbak-nya dukung perempuan ini.”

Kutarik nafas dalam-dalam guna menahan diri. “Kalian nggak bisa menuduh seseorang karena latar belakangnya. Lagipula, sebelum pimred atau pimpinan redaksi menyetujui suatu produk diterbitkan atau tidak, tim redaksi harus melakukan pengecekan lebih dulu. Jadi tidak ada yang namanya ‘main’ seperti yang kalian tuduhkan.”

Belum sempat kedua mahasiswi itu angkat bicara, seseorang menginterupsi. “Mbak Yuki di sini ternyata. Eh? Ada apa ini pada ngumpul?”

“Kamu…”

“Saya Ridwan, Mbak. Panitia temu alumni kali ini.” Laki-laki itu melihat sekitar dengan sekilas pandang. “Oh! Kalian belum tau, ya? Ini Mbak Yuki, alumni kampus ini. Dia juga salah satu pendirinya LPM kampus kita lho…”

Kedua mahasiswi tadi pun diam membisu. Orang-orang yang tadinya diam menonton, seketika heboh berbisik pada satu sama lain. Dapat kudengar garis besar dari bisikan mereka.

“Mbak Yuki? Yuki yang itu?”

“Ya ampun! Pantesan aja kayak pernah liat. Ternyata bener Yuki yang itu!”

“Iya! Ternyata itu Yuki, reporter situs berita online ternama itu!”

“OMG! Itu kan situs berita yang bagus banget!”

“Wah wah! Ternyata Mbak Yuki emang terkenal banget. Mending sekarang kita langsung ke tempat acara aja, Mbak. Udah ditunggu sama alumni yang lain juga.”, ajak Ridwan.

“Iya.” Kubalikkan badanku menghadap mahasiswi lulusan kejar paket tadi. “Jangan kecil hati hanya karena lulusan kejar paket. Apa yang kamu lakukan sekarang, itulah yang akan menuntunmu ke masa depan. Buktikan pada semuanya, bahwa semua orang berhak untuk sukses.”, tuturku sebelum berjalan mengikuti Ridwan ke tempat acara.

 

Oleh: Ema Prastiyanti (MG1312) dan Nur Azizah Dwijo Susanto (MG1341)


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama