Ilustrasi manusia munafik (sumber:bola.com)
 


“Apa yang kau takutkan setelah Tuhan, Karno?” tanya Heru padaku di suatu siang yang terik. Aku berpikir sejenak, sambil asyik menikmati panas matahari yang menyerang kulit sawo matangku.

“Manusia,” jawabku usai berpikir selama dua puluh hitungan. Heru tergelak mendengarnya.

“Mengapa manusia? Aku kira dirimu takut akan hantu.”

“Itu sedikit rumit jika ku jelaskan padamu, dan mengapa kau berasumsi aku takut pada jin yang tak kasat mata itu? Padahal kau tahu sendiri aku adalah pria pemberani di antara kita berdua, Her,” aku sedikit protes atas tuduhan tak berdasar yang Heru sampaikan padaku.

“Yahh, aku berasumsi seperti itu sebab pekan lalu tepatnya setelah satu kelas menonton film horor beramai-ramai, aku memperhatikan wajahmu pucat, bisa dibilang muram.”

Mendengar Heru mengatakan hal tersebut pikiranku tertarik mundur pada kejadian pekan lalu. Dan seperti apa yang dikatakan Heru, kelas kami menonton film horor beramai-ramai di kelas, kala itu para guru sedang asyik rapat dan kebetulan sekali kelas kami tidak ada tugas.

Mayang, sang primadona kelas mengusulkan agar kami memanfaatkan proyektor kelas yang menganggur, dan akhirnya film hororlah yang diputar kala itu. Tentunya supaya mendapatkan feel yang lebih ketika menonton kami menonton dengan lesehan di bawah lantai yang dingin.

Aku mendesah, salah satu alasan mengapa aku takut pada manusia juga terjadi pada waktu itu. Kala itu, di tengah fokusnya kedua mata anak-anak kelas, aku tidak sengaja melihat Mayang mengambil sesuatu yang bukan miliknya dari salah satu laci teman sekelasku, yang diambil adalah dompet bercorak beruang cokelat yang kuketahui milik Erlin. Aku ingin mencegahnya namun karena jarak kami terlampau jauh, sudut ke sudut aku tak bisa mencegahnya, terlebih ketika mata kami bersitubruk ia meletakkan jarinya di leher dan membuat gerakan memotong leher. Ya, aku paham kode itu. Aku akan habis oleh para suruhan dari anak bupati terkenal itu jika aku membeberkan aksinya.

Aku segera memalingkan pandanganku ke depan. Namun, naas ekor mataku terlalu ingin tahu tentang apa aksi selanjutnya yang akan dilakukan Mayang. Dan betapa terkejutnya diriku, dompet yang kukira akan dimasukan ke dalam kantung roknya, ternyata ia masukkan ke dalam tas Wiwin.

Kalian bisa menebak apa yang terjadi setelah film selesai diputar, dan masing-masing siswa kembali ke habitatnya. Panik. Itulah teriakan yang keluar dari mulut Erlin ketika ia mencari dompet beruang cokelatnya namun nihil ditemukan. Dan, ya, hasil dari semua kegaduhan itu adalah Wiwin tertuduh, dan ia mendapatkan skors akibat tuduhan itu.

Mengapa skors? Bukankah itu berlebihan, padahal ada jalur yang lebih mudah, mengapa bukan orang tuanya yang dipanggil?

Kehidupan Wiwin sangat menyedihkan begitu ia bergabung dengan kelas kami. Wiwin yang notabene anak seorang koruptor tertuduh, diperlakukan tidak adil oleh anak-anak perempuan di kelas kami. Bukankah ia hanya seorang anak dari orang tua yang memiliki kasus, bukan berarti dia juga memiliki perangai yang sama pula dengan yang dimiliki sang ayah bukan? Segala tindak perlakuan penindasan telah dilakukan oleh anak-anak perempuan. Dan skors yang diberikan oleh guru adalah kali terakhir hukuman yang ia terima.

Mengapa? Sebab ia memutuskan untuk lepas dari duri yang menyakiti dirinya, ia memutuskan untuk homeschooling dari rumah.

Ya, itulah manusia. Merupakan makhluk Tuhan yang sempurna, diberi akal, dapat melakukan segala hal, bahkan dengan segala cara pun akan merka lakukan. Licik dan baik dapat bercampur jadi satu, menjadi perpaduan sempurna. Diam-diam menghanyutkan, mungkin adalah pepatah yang tepat untuk menggambarkan makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini. Lebih menakutkan daripada hantu, lebih jahat daripada jin, dan mungkin kadar baik yang dimiliki setara dengan malaikat. Itulah yang membuat diriku takut pada manusia, lebih tepatnya khawatir. Diriku, bahkan kalian tidak mengetahui apa isi hati dan pikiran masing-masing manusia yang kalian temui, bukan?


Oleh:   Nurul Huda Partogian Sihite (MG1342)

            Shafira Kartika Putri (MG1349)


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama