D
|
alam
istilah Jawa, “Srawung” memiliki makna membaur. Agaknya pemaknaan tersebut yang
menjadi tujuan dari Badan Eksekutif Mahasiswa-Keluarga Mahasiswa (BEM-KM) memunculkan
inovasi baru dengan adakan “Srawung Tidar”, membaur untuk saling mengenal
antar-UKM yang ada di Universitas Tidar (Untidar), Rabu (15/06).
PUTARKAN VIDEO: Antin Purwanti perlihatkan sejarah perkembangan pers
di Indonesia kepada segenap perwakilan yang hadir
pada “Srawung Tidar”. (Mata Foto)
|
Unit Kegiatan Mahasiswa atau yang akrab dikenal
dengan sebutan UKM merupakan wadah bagi mahasiswa dalam menyalurkan minat dan
bakat yang dimiliki. Di Universitas Tidar terdapat beberapa UKM yang menjadi
naungan mahasiswa yang memiliki bermacam-macam minat dan bakat. UKM yang
terdapat di Untidar diantaranya, UKM Penelitian (PHBD), Kreativitas Mahasiswa,
Pers Mahasiswa (LPM M@T@), Bahasa Asing, Bengkel Seni dan Tari, Paduan Suara,
Olahraga dan Beladiri, Mapala Sulfur, Agama Islam dan MTQ, Kristiani, Koperasi
Mahasiswa, Mahasiswa Wirausaha, Resimen Mahasiswa, Pramuka, dan Korps PMI. Banyaknya
UKM yang ada tentunya perlu untuk semua UKM saling mengenal dan mengakrabkan
diri. Inilah yang menjadi cikal bakal adanya kegiatan yang bertajuk “Srawung
Tidar”.
Jika pada Srawung Tidar bertajuk “Emansipasi Bengkel
Seni” sebelumnya pemateri berasal dari UKM Bengkel Seni, kali ini LPM M@T@ lah
yang mendapat giliran menjadi pemateri. Berlokasi di Ruang Pusat Bahasa Gedung
Ekonomi Srawung Tidar, selama satu setengah jam perwakilan dari masing-masing
UKM yang hadir disuguhkan mengenai “Jurnalistik Kampus”.
“Sebenarnya jurnalistik kampus harusnya seperti apa?”
tanya salah satu perwakilan UKM Bengkel Seni, Kukuh, ketika acara Srawung Tidar
berlangsung. Pemateri Maftukhin dan Antin Purwanti yang merupakan Pimpinan Umum
dan Wakil Pimpinan Redaksi LPM M@T@ Untidar mencoba memaparkan bagaimana
jurnalistik seharusnya dalam lingkup universitas. “Seperti fungsi pers pada
umumnya bahwa selain memberi informasi, pers juga berfungsi sebagai kontrol
sosial. Akan tetapi, meskipun pers menjadi kontrol sosial, pers sendiri harus
berpegang teguh pada kode etik jurnalistik,” papar Maftukhin.
Kode etik dalam pers, diantaranya wartawan
Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan
tidak beritikad buruk; wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional
dalam melaksanakan tugas jurnalistik; wartawan Indonesia selalu menguji
informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini
yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah; wartawan Indonesia
tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul; wartawan Indonesia tidak
menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak
menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan; wartawan Indonesia
tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suapartawan Indonesia memiliki
hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas
maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang,
dan “off the record” sesuai dengan
kesepakatan; wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita
berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan
suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak
merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani;
wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali
untuk kepentingan publik; wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan
memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf
kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa; serta wartawan Indonesia melayani
hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.
Dalam
acara yang dimoderatori oleh Fajrian Aprio P. tersebut juga menyuguhkan sejarah
mengenai perkembangan pers di Indonesia. Sejarah tersebut terkait bagaimana
perjuangan pers mencoba melepaskan diri dari kontrol pemerintah dan kembali
menjadi kontrol sosial atau dalam arti lain mendapatkan kebebasannya setelah
dikebiri oleh rezim Orde Baru masa lampau.
Selain membahas mengenai
jurnalistik kampus dan sejarah perkembangan pers di Indonesia, LPM M@T@ juga mengajak
mahasiwa perwakilan dari UKM yang telah hadir untuk menjajal kegiatan apa yang dilakukan seorang yang berkecimpung
dalam pers. Mereka yang hadir dipersilakan untuk mencoba menulis sebuah opini terkait
apapun yang berada di lingkup Untidar sebagai ajang latihan bagaimana menjadi
seorang wartawan. (Nads/Flo)