UNTIDAR – Aliansi Mahasiswa Untidar (AMU) menyelenggarakan aksi simbolik Satu Hari Tanpa Motor pada Kamis, (06/10) di UNTIDAR. Aksi tersebut dilakukan merespon kelangkaan dan mahalnya BBM serta berbagai isu internal Kampus UNTIDAR. 


Aksi tersebut dilakukan dengan mengajak warga UNTIDAR untuk menuntun kendaraan motornya mulai 09.00 - 11.00 WIB dari ATM Center UNTIDAR sampai gerbang bawah. Koordinator Umum AMU, Enrille Championy mengungkapkan bahwa aksi hanya dilakukan dua jam demi menjaga ketertiban umum dan kelancaran jalan tersebut. 

“Selain itu, hanya satu lajur agar tidak macet  dan tidak menganggu warga masyarakat sekitar,” ungkapnya.


Kendati demikian, terjadi kemunduran waktu pelaksanaan. Selain itu, rute yang direncanakan berbeda dengan yang terjadi di lapangan, warga UNTIDAR juga hanya menuntun kendaraannya dari gerbang utama hingga depan gedung  Fakultas Ekonomi.  


Enrille juga menerangkan bahwa aksi tersebut dipilih untuk menunjukkan kenaikan harga BBM yang mengakibatkan masyarakat kesulitan membelinya. Di samping itu, aksi menuntun motor itu juga bertujuan untuk menghemat energi bagi pengguna motor. 


Aksi tersebut merupakan rangkaian dari dialog publik dan advokasi dengan DPRD sesuai dengan hasil konsolidasi Keluarga Mahasiswa UNTIDAR, (16/09) lalu. Meskipun kenaikan harga BBM telah berlaku awal September lalu, namun aksi baru terlaksana karena sebelumnya sempat tersandung perizinan dari kampus. 


“Awalnya kampus tidak menyetujui adanya pelaksanaan satu hari tanpa motor. Sedangkan kebebasan berpendapat di muka umum dijamin undang-undang harusnya tidak perlu perizinan,” jelas mahasiswa program studi hukum itu. 


Setelah mendapatkan izin, AMU mulai mengeksekusi aksi tersebut dengan mengirim surat pemberitahuan ke Kelurahan Potrobangsan, Kapolres, Rektorat, dan satpam. Menurutnya, saat dilakukannya aksi kampus sudah mendukung dengan mensterilkan tempat yang diminta. 


Mahasiswa dihimbau untuk berpartisipasi dalam aksi itu. Salah satunya Mirzayyina Ahmad Al-Aziz, mahasiswa PBSI 2021. 

“Sebagai mahasiswa  yang memiliki empati tinggi dan peduli akan solidaritas, saya ikut berpartisipasi dalam aksi ini dengan cara mematikan mesin kendaraan saya saat melewati kampus dan menuntunnya hingga parkiran, namun saya tetap membawa motor karena  rumah saya jauh dan tidak ada akses untuk transportasi umum dari rumah saya,” ujarnya. 


Namun, menurutnya aksi tersebut kurang efektif karena tidak semua mahasiswa berpartisipasi dalam aksi. Masih banyak pula mahasiswa mengendarai motor dan tidak mematikan mesin motor saat melewati kampus. 


Berbeda dengan Mirza, mahasiswa PBSI 2021 lain, Cello Gemilang memilih untuk tetap mengendarai motornya karena ia merasa aksi tersebut hanya formalitas. 

“Seharusnya apabila aksi ini benar-benar dijalankan dengan nyata, semuanya dapat ikut terlibat dan berpartisipasi, tidak hanya 20% mahasiswa saja, bahkan dosen dan tenaga kerja kampus terlihat tidak ikut berpartisipasi,” ungkapnya. 


Namun, ia tetap berharap agar aksi tersebut dapat ditanggapi pemerintah dengan serius sehingga harga BBM kembali normal dan bahan pokok tidak melonjak tinggi. Masyarakat tidak merasakan keresahan setiap harinya terutama bagi para pedagang kecil. 

Setelah aksi tersebut berlangsung, dilanjut mimbar bebas dan teatrikal oleh perwakilan mahasiswa UNTIDAR dan ditutup doa bersama. (RS/SM/AR)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama